Menulis untuk Bahagia

Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. (Nyai Ontosoroh - Bumi Manusia)

Main Posts Background Image

Main Posts Background Image
Tampilkan postingan dengan label ceritaku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ceritaku. Tampilkan semua postingan

Selasa, 05 Maret 2024

Fenomena Hijrah Artis

sumber: pinterest

Di tengah euforia artis yang berbondong-bondong memakai jilbab dan beberapa selebgram yang mengusung istilah hijrah, saya termasuk yang menganggapnya bukan suatu perubahan yang berarti. Justru di balik istilah hijrah, saya menyimpan perasaan miris di dalamnya.

Pertama tentang pemaknaan hijrah itu sendiri menurut para akhi dan ukhti dengan logat ana antum bermanhaj salafi dan sedikit-sedikit menegakkan sunnah. Hijrah kini dipersempit sekadar memakai jilbab bagi perempuan, tidak isbal bagi laki-laki, memanjangkan jenggot dan memunculkan atsar sujud dengan makna tekstual menghitamkan jidat.

Kedua, dengan bergantinya model baju, maqomnya naik ke level dakwah (auto ceramah), seseorang yang sudah hijrah menganggap dia berhak untuk menyampaikan ilmu meskipun satu ayat. Tidak heran banyak artis hijrah sudah berani membahas Hadis, membahas Qur'an dan menganggap yang tidak ada dalam Qur'an dan Hadis adalah bid'ah. Orang pesantren yang bergelut dengan alif ba' ta' dan tajwid terlebih dulu sebelum lancar membaca Qur'an dan menyentuh nahwu sorof tafsir mending minggir dulu deh sama Hijrais yang menyampaikan tafsir Qur'an dan Hadis karna mereka tercerahkan kajian-kajian dari Para Ustad. Skripturalisme kaum ini terkadang tidak bisa kita tawar dengan penjelasan serinci apapun dalam beberapa disiplin ilmu hingga sulit bagi mereka menerima perbedaan madzhab yang berkembang dalam keilmuan islam. Dan hati saya mak jegagig ketika ada artis yang baru pake jilbab nulis caption hadis disertai status hadisnya yang sohih, disohihkan oleh Albani. Padahal mustolah dan takhrij Hadis adalah ilmu yang rumit. 

Tidak sampai pada hal itu saja, tagar-tagar para ukhti di sosmed yang menyuarakan nikah muda, ta'aruf, Indonesia bebas pacaran, dosa berkhalwat, hijab syar'i, cadar untuk kesempurnaan kecantikan bidadari surgawi benar-benar bikin miris. Belum lagi kalau ada selebgram hafid Qur'an yang nikah muda para ukhti heboh bikin tagar patah hati dunia akhirat. Dan qodarullah (bahasanya ummu-ummu), tak ketinggalan para ummahat solihah yang mengusung tagar kami masyarakat bebas riba (tapi jualan online) dan selalu membicarakan bahaya laten PKI cukup andil mewarnai dunia kesalafian sosmed. Ikhwan yang sudah menikah tugasnya menyudutkan perempuan yang bekerja, nunjukin caranya jadi istri soleha dan berharap bisa poligami, mereka bilang itu dalil dalam Qur'an yang tidak boleh diingkari. Aqu qudu pengsan gaes sama logika ini. 

Mengusung istilah hijrah setelah ganti fashion yang lebih tertutup itu boleh-boleh saja. Tapi yang perlu diingat, Islam itu statis dengan pemahamannya yang sosiologis dan dinamis tanpa mengurangi keotentikan ajarannya. Islam yang dirisalahkan Nabi sejak ribuan tahun lalu mustahil akan berkembang pesat hingga saat ini jika tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Lalu dengan entheng para Hijrais mereduksinya dengan membawa Hadis tentang Ghuroba dengan versi tafsirannya "Islam itu asing dan bangga menjadi orang asing". Tidak sedikit hadis tersebut diartikan tidak masalah kita pakai cadar, menjauh dari komunitas dan menjadi orang asing, tidak mengapa kita hanya berkumpul dengan yang sesama ukhti saja, tidak peduli kita ditentang karna Nabi dulu juga ditentang saat dakwah.

Sebenarnya perkara cadar dan dakwah mereka tidak terlalu kronis, saya tidak akan membicarakan lebih dalam. Masalahnya, hadis ini lambat laut digiring untuk kemudian dijadikan 'senjata' bagi para radikalis dan teroris yang menganggap makar dan menyerang yang tidak sepaham dengan mereka sebagai "aksi heroik jihadis", ada jargon "semakin asing seseorang semakin dekat dengan islam",  padahal jauh daripada hal itu, Ghuroba yang sesuai dengan akhlak Kanjeng Nabi adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan di tengah manusia yang berbuat kerusakan, yang tidak menganggap dirinya suci di tengah perkumpulan banyak orang, yang mampu menasihati diri sendiri sebelum menasihati orang lain.

Bisakah kita berhijrah tanpa tagar (ng)islami?
Ojo koyo islam-islamo dewe sak ndunya.. 😌

Perempuan di Ruang Pendidikan Hingga Konten Kreator Kinderflix Dilecehkan, Salah Siapa?

sumber: pinterest

Pertama kali masuk kelas perkuliahan jenjang doktoral yang memang usia mahasiswanya antara 30 hingga 70, tentunya hampir keseluruhannya sudah berumah tangga, ada satu teman perempuan datang terlambat. Sebagai perempuan di ruang pendidikan, Jumlah kami sangat minoritas 31:4, lalu dosen bertanya “Mengapa ibu terlambat?”

Belum sempat teman saya menjawab, bapak dosen nyeletuk lagi “Tapi saya maklum kalau ada ibu-ibu datang terlambat, barangkali diajakin ‘begituan’ sama suaminya”, lalu satu kelas yang mayoritas laki-laki itu tertawa gerrr.

Miris ya, ternyata guyonan seksis tidak cukup secara lisan, tetapi juga tulisan di grup whatsapp, dengan orang-orang yang sama. Mereka kerap mengirimkan pesan di grup yang bernada seksis.

Padahal jika kita lihat dari latar belakang pendidikan, mereka kebanyakan adalah berprofesi sebagai dosen dan sedang menjalani jenjang pendidikan doktoral. Lebih mirisnya lagi, jurusan yang kami ambil adalah pendidikan agama Islam. Tetapi guyonan yang selalu terlontarkan seputar selangkangan dan poligami.

Same energy, kebetulan lewat berita di beranda, akun Youtube Kinderflix yang kontennya adalah edukasi untuk balita justru menuai berbagai komentar pelecehan seksual yang ditujukan oleh konten kreator. Padahal banyak ibu-ibu yang terbantu dengan konten di akun Kinderflix. Bahkan membantu balita yang mengalami speech delaySee?


Konten kreatornya, Kak Nisa, adalah sarjana psikologi, sajian kontennya edukasi bayi. Editing videonya profesional layak bersanding dengan konten kreator edukasi bayi di luar negeri, pakaiannya sopan, juga memakai hijab. Tapi otak komentatornya yang tidak memiliki nurani, hatinya mati, seolah tidak jauh beda manusia dan pejantan yang sedang birahi.

Pengalaman Biologis Perempuan

Teko mengeluarkan sesuai isi, begitu pula dengan lisan, yang terucapkan mewakili isi kepala. Lima pengalaman biologis perempuan yang berupa menstruasi, hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui adalah untuk kita apresiasi, dan difasilitasi. Bukan untuk dilecehkan, direndahkan dengan guyonan bernada pelecehan seksual.

Sayangnya kelima pengalaman biologis tersebut menyebabkan lima pengalaman sosial berupa stigmatisasi, subordinasi, marjinalisasi, kekerasan, dan beban ganda hanya karena dia menjadi perempuan.

Perempuan mengalami fase menstruasi mingguan, ada premenstrual syndrome (PMS) atau gejala yang terjadi pada perempuan antara ovulasi dan menstruasi yang melibatkan perubahan hormon selama siklus menstruasi. Bahkan sebelum menstruasi, emosi menjadi kurang stabil karena perubahan hormon.

Ketika menstruasi pun ada banyak perempuan yang mengalami sakit kepala, kram perut, nyeri perut, anemia, mual, muntah. Bahkan ada yang pingsan, juga pendarahan berlebihan ketika menstruasi.

Hal ini menjadi suatu hal yang “sangat umum” bahkan terjadi pada kurang lebih 2 juta kasus per tahun di Indonesia.

Jenis Darah Perempuan

Dalam fikih, ilmu darah perempuan sangat luas, risiko-risiko ketika mengeluarkan darah “upnormal” kita bahas menjadi 7 jenis: Mubtadi’ah Mumayyizah, Mubtadi’ah Ghairu Mumayyizah, Mu’tadah Mumayyizah, Mu’tadah Ghairu Mumayyizah Dzakirah Li’adatiha Qadran wa Waqtan, Mu’tadah Ghairu Mumayyizah Dzakirah Li’adatiha Qadran Laa Waqtan, Mu’tadah Ghairu Mumayyizah Dzakirah Li’adatiha Waqtan Laa Qadran, darah ini dikenal dengan darah istihadlah atau darah penyakit.

Bayangkan, perempuan mengeluarkan darah tidak hanya mingguan. Tetapi juga bulanan, dan bagi muslimah diwajibkan memahami ketujuh jenis darah tersebut.

Laki-laki hanya mengalami 1 pengalaman biologis dengan mengeluarkan sperma selama beberapa menit dengan efek nikmat juga menyenangkan. Perempuan mungkin menikmati selama berhubungan seksual, tetapi efeknya tidak hanya berhenti di fase tersebut. Ketika terjadi pembuahan, maka perempuan hamil dan membutuhkan waktu hingga 9 bulanan lebih.

Kehamilan

Di awal kehamilan ada morning sickness, all day sickness, resiko abortus atau keguguran, kram perut, perubahan fisik karena hormon kehamilan. Setiap kehamilan perempuan memiliki pengalaman yang berbeda, bahkan satu perempuan dengan beberapa kali kehamilan mengalami sensasi yang tidak sama.

Ini yang Al-Qur’an sebut sebagai kurhan dan wahnan ‘ala wahnin. Perintah mengapresiasi perempuan saat hamil ada dalam Al-Qur’an:

حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ

“Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” (QS. Luqman: 14)

Melahirkan dan Menyusui

Melahirkan juga menjadi pengalaman dahsyat bagi perempuan. Al-Qur’an mengatakan bahwa Sayyidah Maryam pun, yang merupakan perempuan suci, merasakan pengalaman yang seolah-olah tidak ingin terulang lagi (dengan penyebutan kalimat “Yaa laitani”).

فَاَجَاۤءَهَا الْمَخَاضُ اِلٰى جِذْعِ النَّخْلَةِۚ قَالَتْ يٰلَيْتَنِيْ مِتُّ قَبْلَ هٰذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَّنْسِيًّا

“Kemudian rasa sakit akan melahirkan memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia (Maryam) berkata, “Wahai, betapa (baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan.” (QS. Maryam: 23).

Risiko melahirkan tidak hanya taruhan nyawa, tapi pemulihan pasca melahirkan. Melahirkan secara operasi pun terkadang masih dianggap bukan melahirkan secara normal, padahal operasi meminimalisir risiko berat berupa kematian antara ibu dan bayi.

Pengalaman menyusui bagi perempuan juga tidak mudah, Sayyidah Hajar, saat Ismail menangis sebab air susu ibunya kering dan tidak keluar karena mengalami paceklik yang luar biasa menuntutnya untuk tirakat berlari-lari kecil sambal berzikir (tawaf) dari Bukit Shafa ke Marwa.

Allah Swt. mengapresiasi tirakat seorang ibu yang ingin memberikan air kehidupan bagi putranya. Zam-Zam mengalir, Hajar meminum air tersebut. Lalu setelah ia merasa payudaranya bernutrisi kemudian ia susukanlah kepada Nabiyullah Ismail.

Kini, kondisi bagi sebagian ibu tak jauh beda dengan Sayyidah Hajar, para perempuan tidak hanya dihadapkan pada pemenuhan gizi selama menyusui, seperti stunting pada bayi yang prosentasinya cukup tinggi karena kurangnya pemenuhan standar gizi bagi ibu menyusui. Ibu yang telah terpenuhi nutrisinya juga masih harus berjuang dengan karakter puting yang berbeda.

Contohnya payudara dengan jenis puting flat yang membutuhkan beberapa treatment agar bayi bisa menyusu, risiko ASI seret, risiko puting terluka, iritasi, berdarah, hingga bernanah, dan itu dijalani selama “haulaini kamilaini”, 2 tahunan bahkan lebih, proses menyapih yang juga tak mudah bagi psikis ibu dan bayi sekalipun menggunakan metode menyapih dengan cinta atau weaning with love.

Prosesnya begitu panjang demi bisa memberikan nutrisi kepada bayi, tanggung jawabnya untuk menjadi murabbil jasad kepada putra-putrinya bukan menjadi hal yang bisa diremehkan hanya karena dia menjadi perempuan.

Guyonan Seksis

Sayangnya, banyak yang kurang mengapresiasi hal ini dengan mengeluarkan guyonan seksis “menyusui bapaknya”, “bapak kalah saingan dengan bayinya” dan guyonan yang mengarah pada pelecehan tentang anatomi tubuh perempuan. Ingat bagaimana Aura Kasih sebagai pejuang ASI menceritakan prosesnya menjadi ibu menyusui? Komentar-komentarnya tak luput dari pelecehan seksual yang tidak bisa dibendung. Dia sempat menulis perlawanan “Kalian lahir dari mana? Setetes air susu ibu itu yang membuat kalian hidup.”

Bayangkan, betapa “gift” dari Tuhan berupa payudara yang menjadi sumber penghidupan pertama seorang anak manusia dengan mudahnya dilecehkan, sedangkan laki-laki tidak mengalami puting lecet, payudara penuh, atau resiko mastitis (radang kelenjar susu) saat menyusui.

Betapa gambaran terdahulu dari perempuan-perempuan agung era para nabi dan rasul tidak cukup menyadarkan untuk sebagian manusia yang masih asik dengan fantasi seksualnya dan menjadikan perempuan sebagai objektifikasi.

Belum lagi soal nifas, perdarahan pada vagina perempuan pasca melahirkan. Hitungannya mingguan bahkan bulanan. Lalu darah yang keluar lebih dari 60 hari mewajibkan perempuan muslimah harus paham istilah “istihadlah fin nifas”.

Namun hikmah di balik nifas adalah masa beristirahat bagi seorang ibu untuk melakukan aktivitas berhubungan seksual dengan suaminya. Masa fokus untuk pemulihan kesehatan reproduksinya setelah melahirkan, terkadang hal ini kurang disadari oleh kaum suami. Sehingga perhatian kepada seorang ibu pasca melahirkan sering terabaikan, tidak hanya oleh suaminya tetapi juga lingkungan sekitar hingga terjadi baby blues dan post partum depression (PPD) yang dialami seorang ibu. Di Indonesia sendiri, baby blues dan PPD mencapai angka 2 juta per tahunnya.

Allah Mengapresiasi Pengalaman Biologis Perempuan

Maka ketika mendapatkan ayat cinta dari Tuhan “Wa ‘aasyiruuhunna bil ma’ruf”, kita membacanya dengan penuh bahagia. Betapa Allah Swt. mengapresiasi pengalaman biologis perempuan dengan perintah “perlakukan perempuan dengan bermartabat”. Nabi juga menyuarakan untuk memperlakukan perempuan dengan baik:

مَا أَكْرَمَ النِّسَاءَ إِلاَّ كَرِيْمٌ ، وَمَا أَهَانَهُنَّ إِلاَّ لَئِيْمٌ

“Tidaklah yang menghormati perempuan kecuali orang mulia. Dan tidaklah yang menghinakan perempuan kecuali orang yang hina pula.” (HR. Ibnu Asakir)

Begitu pula khotbah Nabi kepada umatnya ketika Haji Wada’:

أَلَا وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ لَيْسَ تَمْلِكُونَ مِنْهُنَّ شَيْئًا غَيْرَ ذَلِكَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ

“Ingatlah, saling berwasiatlah kalian semua, untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka sering dianggap sebagai tawanan, padahal tidak ada hak bagi kalian kecuali untuk kebaikan (mereka) tersebut.” (Sunan At-Tirmidzi no. 1196)

Tidak mudah bagi seorang perempuan di ruang pendidikan untuk bisa sampai pada tekad melanjutkan kuliah hingga doktoral di kampus swasta juga berbayar dengan jumlah kebanyakan laki-laki. Mereka harus mau melawan stigma terlebih dahulu dengan dogma patriarki masyarakat sekitarnya.

Yakni bahwa “perempuan lebih baik di rumah” atau “perempuan tidak perlu sekolah tinggi.” Selain itu juga tuntutan “perempuan boleh melakukan ini dan itu dengan syarat urusan domestik rumah tangga harus sudah beres”.

Kami perempuan hanya ingin mensyukuri nikmat berupa akal pemberian Tuhan untuk memberdayakan diri dalam hal keilmuan hingga jenjang tinggi perkuliahan sebagaimana laki-laki dengan mudah mengakses fasilitas tersebut tanpa ditanyai “Mengapa Bapak terlambat? Apakah Bapak melayani istri terlebih dahulu?” Atau pertanyaan “Kok Bapak kuliah S3? Anaknya siapa nanti yang mengasuh?”

Melawan Perundungan terhadap Perempuan

Guyonan seksis memang tidak bisa kita hindarkan di tengah masyarakat yang kental patriarkinya. Apalagi guyonan seksis di grup whatsapp yang kebanyakan anggotanya adalah laki-laki. Kita mungkin bergidik, dan merasa jijik, apalagi sebagai perempuan yang menjadi obyek pelecehan seksual.

Tetapi hal ini bisa kita cegah dengan tidak “ketok tular” atau memutus mata rantai chat yang berbau pelecehan seksual. Harus ada yang berani untuk meminimalisir kezaliman pada perundungan tubuh-tubuh berharga yang mana dalam surah Al-Isra’ ayat 70 disebut sebagai tubuh yang dimuliakan oleh Allah.

Untuk Perempuan, jangan ragu untuk speak up di grup jika guyonan tersebut sudah membuat kita tidak nyaman. Kita berhak berada di ruang yang aman dan nyaman.

Ada baiknya, bagi laki-laki berpendidikan tinggi dan memiliki ilmu keagamaan yang mumpuni kembali merenungkan ayat Allah Swt. surah An-Nur ayat 30:

قُلْ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوْا مِنْ اَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوْا فُرُوْجَهُمْۗ ذٰلِكَ اَزْكٰى لَهُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا يَصْنَعُوْنَ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur)

Konsep Ghaddul Bashar

Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm. menjelaskan bahwa konsep Ghadlul Bashar dalam Al-Qur’an itu bukan Ghadlul ‘Uyun atau menundukkan mata sehingga tidak mau melihat lawan jenis, Ghadlul Bashar bermakna tidak memandang lawan jenis sebagai makhluk seksual.

Tidak melulu memandang lawan jenis dari sisi fisik dan biologis saja, tapi memandang lawan jenis sebagai makhluk intelektual, makhluk spiritual dan makhluk yang berakal budi, jadi ketika saling bertemu bukanlah seperti hewan pejantan dan betina.

Ghaddul Bashar mengontrol cara kita memandang dengan tujuan Hifdzul Furuj, agar tidak terjerumus pada zina. Percuma jika menundukkan pandangan pada lawan jenis, tidak bersalaman dengan lawan jenis tapi imajinasi seksnya liar dan melecehkan perempuan.

Hal ini berlaku juga bagi perempuan untuk menerapkan konsep Ghaddul Bashar, surah An-Nur ayat 31:

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.” (QS. An-Nur: 31)

Tidak cukupkah Al-Qur’an sebagai peringatan, “wa laa taqrabu az-zinaa”. Janganlah kalian melecehkan tubuh kalian sendiri dan tubuh orang lain. Perempuan sebagaimana laki-laki berhak mendapatkan fasilitas yang sama berupa pendidikan, kesehatan, kesejahteraan ekonomi, dan penghidupan yang layak.

Namun perempuan memiliki pengalaman biologis yang tidak dimiliki oleh laki-laki yang seharusnya diapresiasi dengan cara memperlakukan perempuan secara bermartabat dan tidak melecehkan mereka baik secara lisan maupun tulisan. []

tulisan ini diterbitkan pertama kali di  https://mubadalah.id/perempuan-di-ruang-pendidikan-hingga-konten-kreator-kinderflix-dilecehkan-salah-siapa/

Ngopi Santai Bareng Habib Husein Ja’far Al-Hadar



Termasuk orang yang beruntung karena ga cuma sekali ketemu sama sesama cucu Nabi

(((Sesama)))

Ciyee..

Sesama cucu Nabi Adam.

Acara ngopi santai di ndalem kesepuhan Denanyar membahas dakwah para santri milenial di media sosial bersama Habib Husein Ja’far Al-Hadar, kata cucu Nabi Muhammad tersebut:

1. Olah emosi, analognya: jangan sampai emosi ibu lebih rendah dari emosi anak, kalau anaknya tantrum, ibunya tidak boleh ikutan tantrum, emosi guru tidak boleh lebih rendah dari emosi murid. Begitu pula dakwah di medsos, dikomentari netizen di luar substansi konten itu sudah biasa, makanya emosinya harus lebih stabil, kalau netizen marah ya sudah kita tinggal ngopi saja asalkan kita tidak membikin gaduh 😄

2. Fenomena pansos di media sosial adalah bentuk dari kolaboratif, bukan kompetitif. Asalkan pansos dalam hal kebaikan. 

Maka hari ini saya mau pansos juga ke Ning @viracholiq yang suaranya selalu canduuu apalagi pas bawain sholawat Samara-nya Yai Faqih ❤️ 

Terima kasih, kagem Ning @nellynailud, Ning @azahharomain, dan seluruh keluarga besar ndalem Denanyar ❤️

Ga tau ini pertemuan ke berapa kali selama menjadi pengabdi Habib (bukan lagi fans 😌) tetapi setiap pertemuan senantiasa menghadirkan ilmu baru 🫶

MENANG DAN KALAH (TERNYATA) BUKAN HAL BIASA

sumber: pinterest


:: Tulisan panjang, rasah digagas, skip aja 😭 ::

Segala puji bagi Allah Swt, usai sudah proses pencoblosan Pilpres pada 14 Februari 2024 kemarin. Berdasarkan hasil quick count (hitung cepat) mayoritas lembaga survei, pasangan calon (paslon) nomor urut 02, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memperoleh suara lebih dari 57% menungguli paslon nomor urut 01, Anies Rasyid Baswedan – Muhaimin Iskandar, dan nomor urut 03, Ganjar Pranowo – Mahfud MD.

Meski hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum dirilis, tetapi biasanya komposisi jumlah perolehan suara yang muncul tidak akan jauh berbeda dari hasil quick count yang memang digelar secara ilmiah. Itu artinya, Pilpres 2024 yang banyak diprediksi bakal terjadi hanya dalam satu putaran menjadi hal yang tidak terelakkan.

Mental health (kesehatan mental) adalah sisi yang harus mulai mendapatkan perhatian di tengah panasnya cuaca politik saat ini. Pasalnya, perang yang memungkinkan dihadapi seseorang ialah berupa kecamuk batin baik di media sosial maupun di kehidupan nyata di tengah masyarakat. Barang kali, hal itu tidak terlihat terang-terangan. Namun, segala reaksi yang muncul sangat berpotensi menghadirkan depresi meskipun masih bersifat kecil dan halus.

Pentingnya mencurahkan perhatian terhadap kesehatan mental ini tidak hanya berlaku atau berfokus kepada pihak yang kalah, mental mereka para pendukung pihak pemenang pun terkadang juga menjadi korban dan rentan terganggu. Misalnya, mendapatkan tindakan perundungan dari sifat ofensif pihak yang kalah. Atau sebagian dari mereka saat ini sedang merasa tertekan lantaran belum menemukan ruang dan waktu untuk melakukan selebrasi secara nyaman dan aman.

Di sisi lain, pihak yang menang juga berpotensi bersikap jemawa karena menganggap persoalan perolehan suara tujuan final. Padahal siapa pun Presiden dan Wakil Presiden RI yang terpilih, tanggung jawab mengawal dan mengawasi pemerintahan yang berlangsung adalah kewajiban semua pihak. Pihak pendukung yang kalah maupun yang menang, sama-sama berkepentingan mengantarkan bangsa Indonesia ke masa depan yang lebih baik lagi.

Mencaci atau menghujat pendukung lawan, bergembira di atas kesedihan kelompok lain, gemar menyakiti hati seseorang, dan merendahkan pilihan orang lain adalah serangkaian bentuk kesombongan yang sangat dibenci oleh Allah Swt dan Rasul-Nya. Dalam QS. Luqman: 18, Allah Swt berfirman:

وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ 
مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ

“Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri.”

Nabi Muhammad Saw juga bersabda:

الْـكِبْرُ بَطَرُ الْـحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاس

“Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Muslim).

Sekali lagi, menjaga kesehatan mental menjadi sesuatu yang sangat penting sekarang ini. Upaya itu merupakan bagian dari hifz al-‘aql (menjaga akal). Di antara bentuk ikhtiar hifz al-‘aql bagi para pendukung pilpres ialah dengan cara melewatkan berita yang menggiring opini negatif, filtrasi berita hoaks, serta skeptis terhadap informasi sebelum divalidasi oleh data dan fakta.

Upaya hifz al-‘aql di tahun politik juga tidak lepas dari peran para calon pemimpin yang didukung. Pemimpin sejati akan mampu level up dalam mengolah emosi sehingga tidak memprovokasi dan menebar kebencian di hati para pendukungnya.

Memang, menghadapi fakta kalah dan menang tidak semudah dengan menyatakan bahwa itu merupakan hal yang biasa. Tentu saja, bagi pendukung paslon dengan peraihan suara yang tidak sesuai harapan akan dihinggapi rasa sedih, kecewa, marah, dan beberapa kekhawatiran tentang nasib Indonesia ke depan.

Namun, cobalah untuk menjadi pemilih tangguh dengan cara menikmati setiap prosesnya hingga menjadi semacam healing trauma. Yakinlah bahwa nurani tidak pernah salah dalam menentukan pilihan. Akan tetapi, selanjutnya harus dipasrahkan penuh kepada Swt.

Kalah, sejatinya adalah ngalah, bisa dianggap berasal dari lema “nge-Allah,” menyerahkan segala sesuatu kepada Allah. Dalam ajaran Islam pun diajarkan untuk mencintai sekadarnya dan membenci sewajarnya. Rasulullah Saw bersabda:

ﺃَﺣْﺒِﺐْ ﺣَﺒِﻴﺒَﻚَ ﻫﻮﻧﺎ ﻣَﺎ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺑَﻐِﻴﻀَﻚَ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻣَﺎ، ﻭَﺃَﺑْﻐِﺾْ ﺑَﻐِﻴﻀَﻚَ ﻫَﻮْﻧًﺎ ﻣَﺎ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺣَﺒِﻴﺒَﻚَ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻣَﺎ

“Cintailah orang yang kau cinta dengan sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia menjadi orang yang kau benci. Dan bencilah kepada orang yang kau benci sewajarnya, boleh jadi suatu hari dia yang kau benci menjadi orang yang kau cinta” (HR Tirmidzi).

Lagi pula, filosofi Jawa “gething bakal nyanding” (yang awalnya benci, akhirnya bersandingan) sudah sangat biasa terjadi dalam dinamika politik. Yang dulunya lawan, sekarang kawan. Yang sebelumnya mendukung secara ugal-ugalan sekarang, kini menjadi lawan secara terang-terangan.

Setelah itu, mereka, para elite pada akhirnya tetap bisa ngopi bersama untuk berembuk memajukan Indonesia. Sedangkan kita, tetap beraktivitas seperti biasa dengan segala kesibukan di dalamnya.

Manusia perlu sadar diri, bahwa semesta tidak melulu bekerja sesuai dengan apa yang diinginkan. Tentu, selalu akan ada campur tangan Allah Swt. Boleh jadi yang buruk menurut manusia justru sejatinya kebaikan di sisi Allah. Begitu pun sebaliknya.

Dalam QS. Al-Baqarah: 216, Allah Swt berfirman:

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

“Diwajibkan atasmu berperang, padahal itu kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”

Mari memandang bahwa ketiga paslon capres-cawapres sebagai sosok anak bangsa yang sangat mencintai dan menginginkan kebaikan untuk Indonesia. Mari memahami bahwa pilpres hanya merupakan sebentuk proses dari asas demokrasi dalam rangka mencari pemimpin terbaik yang dipilih langsung oleh rakyat.

Para guru juga mengarahkan kita untuk berdoa agar diberikan pemimpin yang baik. Sebagaimana doa yang diajarkan ulama karismatik, Dr. KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus berikut ini:

اللهم لا تسلط علينا بذنوبنا
من لا يخافك ولا يرحمنا

“Ya Allah ya Tuhan kami, janganlah Engkau kuasakan atas kami -karena dosa-dosa kami- penguasa yang tidak takut kepadaMu dan tidak berbelas-kasihan kepada kami.”

Bukankah ini adalah doa yang mulia? Ketika Allah Swt telah menakdirkan pemimpin terpilih, bersikaplah legawa bahwa itu adalah pilihan terbaik, jawaban dari doa, serta menjadi penanda kemenangan kita bersama.

Setelah itu, jangan pernah lelah untuk terus mengawal dan mengkritik sistem pemerintahan yang tidak sesuai dengan moral, etika, dan hukum. Tetaplah mengedepankan prinsip amar ma’ruf bil ma’ruf-nahi munkar bil ma’ruf atau menegakkan kebaikan serta mencegah kezaliman dengan sikap yang bermartabat. Dengan begitu, demokrasi akan tetap terwujud melalui musyawarah mufakat dengan menjunjung tinggi nilai akhlak, adab, serta asas ketauhidan.

Siapa yang paling bertanggung jawab dalam menjaga kesehatan mental usai pilpres? Tentu saja kita sendiri.

Pahami apapun hasil Pilpres 2024 sebagai wujud dari rukun iman yang keenam, yakni beriman kepada qada dan qadar atau semua ketetapan dan ketentuan yang berasal dari Allah Swt.

Longgarkan hati, jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Sebab, kesedihan dan sakit hati yang berlarut terhadap peristiwa yang terjadi sama halnya dengan tidak rida dengan keputusan Allah.

Apabila dirasa masih berat beban yang ada dalam pikiran, cobalah untuk berpuasa dari media sosial dan menghindari percakapan berbau politik di antara teman atau keluarga.

Pilpres hanya sekali dalam lima tahun, tetapi ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathaniyah harus dipegang teguh untuk menjadi manusia yang tetap dalam ‘tali’ Allah Swt:

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖوَاذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ كُنْتُمْ اَعْدَاۤءً فَاَلَّفَ بَيْنَ قُلُوْبِكُمْ فَاَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهٖٓ اِخْوَانًاۚ وَكُنْتُمْ عَلٰى شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنْقَذَكُمْ مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ

“Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara. (Ingatlah pula ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.

Ditulis di https://ikhbar.com/konsultasi/semua-ketetapan-allah-termasuk-apapun-hasil-pilpres/

Error 404

The page you were looking for, could not be found. You may have typed the address incorrectly or you may have used an outdated link.

Go to Homepage